saya merasa tertipu sesampainya saya dirumah sekarang.
ternyata kehidupan yang saya jalani ini hanya bagian atom miskroskopik dari semua yang berjalan di dunia.
belum lagi jika kita memperhitungkan dimensi waktu.
dan saya sadar,saya punya pilihan untuk terus berjalan tanpa arah meninggalkan kungkungan kehidupan penuh tipu daya yang selalu membuat pandangan menjadi sangat-teramat-sempit.
saya merasa malu dan bodoh.
ya,ternyata manusia modern itu ternyata memang bodoh.
ya,bodoh,
mau maunya saja dibodohi oleh suatu patokan kehidupan.
dan patokan ini bermakna konotasi dan denotasi.
baik mematok sebuah bangunan bernama rumah menjadi miliknya kemudian memperluasnya dengan tidak tahu diri.
yang kemudian berdampak pada ketakutan-ketakutan halusinatif akan kehilangan segalanya.
sungguh konyol.
kemudian secara konotasi,manusia modern mematok dirinya sendiri ke dalam derajat kehidupan yang dia inginkan.
derajat kekayaan.
derajat kekuasaan.
derajat keberhasilan.
derajat percintaan.
yang jika semua itu belum diraih,maka hal tersebut disebut sebagai gagal.
dan kegagalan itu terkadang membuat kita merasakan kesedihan yang teramat sangat hingga bisa disebut sebagai masokis terhadap perasaan sendiri yang terkadang(mungkin tidak bisa dikatakan terkadang) berujung kepada perasaan mati itu lebih baik atau saya lebih baik mematikan orang lain yang memiliki derajat yang saya inginkan.
semua itu membuat kita menjadi semakin merasa sangat-amat-teramat-sempit.
sungguh.
seharusnya manusia itu hidup nomaden tanpa uang.
agar bisa merasakan kebebasan atas suatu lingkungan.
memang,hidup seperti itu bagaikan hidup moyang kita,pithecanthropus erectus.
tapi di mata saya,hal seperti itu terlihat jujur kepada penciptaan tubuh manusia yang sempurna,terlebih lagi jauh dari hingar bingar gemerlap modernisme yang membuat sakit hati dan sakit jantung.
hey,lagipula,mereka juga moyang manusia.
No comments:
Post a Comment